PENGERINGAN CABAI MERAH (Capsicum anum, L.) DENGAN KOMBINASI SINAR MATAHARI DAN HEMBUSAN KIPAS ANGIN
Oleh
Bambang Haryanto, SP. M.Si
Widyaiswara Ahli Utama
Balai Pelatihan Pertanian Lampung
Masyarakat Indonesia diketahui sangat menyukai makanan yang kaya rasa. Salah satu yang menjadi favorit adalah rasa pedas. Cabai sebagai salah satu penghasil rasa pedas umum dijumpai sebagai bumbu masak pada skala rumah tangga. Bahkan beberapa hidangan seperti gorengan dan yang lainnya juga dikonsumsi dengan sambal. Pemanfaatan cabai juga terjadi pada skala industri untuk membuat produk seperti, sambal, saus, hingga bumbu masak instan. Di Indonesia dikenal berbagai jenis cabai seperti cabai rawit, cabai besar, cabai keriting, paprika, dan yang lainnya. Cabai merah
(Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis cabai yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Seiring dengan perkembangan industri dan meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan cabai juga ikut meningkat. Berdasarkan hasil penelaahan tercatat pada tahun 2022 bahwa produksi cabai merah mencapai 1,2 juta ton. Sementara itu, tingkat konsumsi rumah tangga cabai merah pada tahun tersebut mencapai 404.723 ton (BPS 2020). Hal ini memperlihatkan bahwa lebih dari setengah cabai yang telah dipanen berpotensi terbuang atau tidak termanfaatkan secara maksimal. Selain itu, cabai merupakan salah satu komoditi hortikultura di Indonesia yang memiliki harga yang sangat fluktuatif. Menurut Nauly (2016) mengatakan bahwa kenaikan harga cabai terjadi karena pasokan berkurang sementara permintaan tinggi, bahkan meningkat pada momen tertentu
seperti hari raya. Selain itu, mengingat cabai adalah tanaman musiman, kompetisi lahan dengan komoditi lain juga dapat menjadi penyebab gangguan pasokan cabai di pasaran. Di sisi lain, harga cabai sering kali menurun drastis saat musim panen karena melimpahnya pasokan.
Salah satu penyebab mudah rusaknya cabai sehingga memiliki umur simpan yang pendek adalah karena cabai mengandung kadar air yang tinggi dimana kadar air cabai mencapai sekitar 60–85% saat panen. Inilah yang perlu dilakukan penanganan pascapanen untuk mengurangi atau menghambat kerusakan yang terjadi serta meningkatkan nilai tambah
cabai, pendapatan serta kesejahteraan masyarakat khususnya petani dan pelaku usaha.
Salah satu upaya dalam penanganan pascapanen yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengeringkan cabai dengan sinar matahari yang dikombinasikan dengan kipas angin. Pengeringan telah diketahui dapat memperpanjang umur simpan dengan mengurangi kandungan air dalam cabai. Oleh karena itu, pengeringan dapat men-
jadi alternatif untuk menanggulangi kelebihan produksi cabai saat musim panen raya.
Di Indonesia, pengeringan dengan matahari masih banyak dilakukan oleh petani untuk mengeringkan hasil panennya karena mudah, ekonomis tidak memerlukan peralatan khusus, dan hanya membutuhkan energi yang rendah. Namun, pengeringan dengan sinar matahari berisiko menghasilkan mutu produk yang tidak seragam, rentan terhadap kontaminasi benda asing dan hewan (burung, tikus, serangga, dan sebagainya), serta reabsorpsi air dari udara yang lembab.
Menurut Dr Tjahja Muhandri (2021) selama ini teknik pengeringan matahari dianggap sebagai teknik pengeringan konvensional yang dapat menyebabkan kerusakan pada produk, terutama dari sisi warnanya. Sehingga untuk mendapatkan produk kering dengan warna yang masih terjaga, digunakan alat pengering tipe pengering beku (freeze dryer).
Juga digunakan alat pengering tipe fluidized bed dryer yang mampu menghasilkan produk kering dengan warna yang relatif utuh. Akan tetapi alat ini tidak dapat dijangkau oleh masyarakat yang menjalankan industri rumahan baik dari sisi ketersediaan di pasaran maupun dari sisi ketersediaan biaya operasional. Oleh karena itu perlu teknologi sederhana dengan biaya murah namun menghasilkan produk kering yang relatif utuh dan warnanya tetap terjaga yaitu dengan melakukan pengeringan dengan sinar matahari yang dikombinasikan dengan hembusan kipas angin.
Hembusan angin berguna untuk mencegah terjadinya kenaikan suhu secara drastis dan penumpukan uap air serta penumpukan zat aktif penyebab reaksi oksidasi yang menyebabkan produk menjadi kecoklatan,” ujar Dr Tjahja. Teknik kombinasi ini ia temukan secara tidak sengaja di sela-sela aktivitas hariannya membersihkan halaman rumah.
Mdenurut Dr Tjahja Muhandri (2021) langkah awal dalam pengeringan ini yaitu memilih cabai yang bagus dan sehat sebab kalau kita menggunakan cabai yang rusak akan mengakibatkan hasil yang kurang bagus, selaunjutnya cabai di cuci dan ditiriskan kemudian ujung cabai bagian kiri dan kanannya dipotong dengan tujuan agar tidak terjadi pengendapan air di ujung cabai tersebut kemudian ditata di rak rak pengering dan dipanaskan disinar matahari dengan diberi hembusan kipas angin.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan Dr Tjahja Muhandri bahwa pengeringan metode ini, cabai dalam waktu 7 jam sudah kering sesuai dengan warna kulit yang tetap merah dan dalam keadaan utuh. Apabila bahan pangan tersebut dikeringkan belum selesai maka selanjutnya dibawa keruangan dengan tetap di beri hembusan kipas angin sehingga produk tetap terjaga.
Daftar Pustaka
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist.2012. Official Methods of Analysis of AOAC
International, 19th edition. Washington DC (US): AOAC International
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2020. Distribusi Perdagangan Komoditas Cabai Merah Indonesia Tahun 2020. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik RI
Dendang N, Lahming, Rais M. 2016. Pengaruh lama dan suhu pengeringan terhadap mutu bubuk cabai merah (Capsicum annum L.) dengan menggunakan cabinet
dryer. J Pendidikan Teknologi Pertanian 2: 30-39. Feng H, Yin Y, Tang J. 2012. Microwave drying of food and agricultural materials: basics and heat and mass transfer modeling. Food Eng Rev 4(2): 89-106. DOI: 10.1007/s12393-012-9048-x.
Tjahya Muhandri, 2021. Pengeringan Bahan Pangan. Intsitut Pertanian Bogor. IPB Press
Bagikan