Jl. Raden Gunawan, Desa Hajimena, Kec. Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung 35362

Artikel 2023

Images

Mengoptimalkan Penggunaan Biogas Dari Kotoran Sapi


Oleh : ARIF PRANATA, S.Pt, M.Sc

 

Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan organik yang dilakukan secara anaerob dalam waktu tertentu dengan memanfaatkan limbah organik pertanian seperti kotoran ternak, limbah sayuran dan limbah pertanian lainnya. Gas yang dihasilkan tentunya dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan oleh masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-harinya. Tentu saja teknologi ini bukanlah teknologi yang baru, teknologi ini pertama kali ditemukan pada tahun 1770 oleh Alessandro Volta yang selanjutnya tahun 1884 seorang ilmuan lainnya bernama Pasteour melakukan penelitian tantang biogas menggunakan mediasi kotoran hewan. Era penelitian Pasteour inilah yang menjadi landasan untuk penelitian biogas hingga saat ini.

Di Indonesia sendiri, teknologi biogas masuk pada 1970-an yang perkembangannya diawali di daerah perdesaan. Kementerian ESDM mencatat biogas rumah tangga yang sudah terpasang mencapai 47.505 unit di seluruh wilayah Indonesia dengan menghasilkan biogas sebanyak 75.044,2 m3/hari atau sekitar 26,72 juta m3/tahun. Jika kita konversikan tentunya angka tersebut diatas setara dengan 12,3 Juta Kg Gas LPG pertahun. Sementara saat ini kebutuhan Gas LPG di indonesia mencapai 9,9 Juta Ton per tahunnya. Dengan jumlah tersebut diatas tentunya baru 0,12% kebutuhan gas LPG yang bisa diditutupi oleh produksi biogas yang ada diindonesia, masih cukup jauh dan tentunya membuka peluang yang cukup besar untuk mengembangkan teknologi ini.

Dalam rangka mengembangkan teknologi biogas ini tentunya bukan perkara yang mudah. Banyak sekali tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam mengaplikasikan teknologi ini dilapangan. bahkan dibeberapa tempat yang sudah memiliki instalasi biogas ini ada yang sudah tidak beroperasi kembali. Adapun hambatan yang sering sekali ditemui antara lain adalah :

  1. Investasi awal yang cukup besar jika dibandingkan dengan pengadaan kompor LPG.
  2. Tidak seimbangnya jumlah input dengan besaran tank digester, tank digester dibuat dengan volume yang cukup besar tidak disesuaikan dengan jumlah ternak yang tersedia sehingga diperlukan waktu yang cukup lama untuk membentuk gas metana yang dapat dipakai.
  3. Prosedur penggunaan yang cukup rumit jika dibandingkan dengan Gas LPG.
  4. Sebagian besar orang masih merasa kurang nyaman mengkonsumsi produk makanan atau minuman yang dimasak memakai kompor biogas.

Tentunya sebagai insan pertanian yang bertanggungjawab dalam pengembangan sumber daya manusia pertanian kita harus dapat menjawab tantangan-tantangan yang tertulis diatas. Perlu adanya konsitensi yang kuat dalam mengawal dan mempengaruhi para petani kita untuk dapat menggunakan teknologi biogas. Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk dapat mengoptimalkan penggunaan biogas yaitu antara lain adalah :

  1. Terus memberikan informasi kepada para petani terkait manfaat yang bisa didapat dari menggunakan biogas. Pekerjaan ini memang terkesan sepele, tetapi perlu adanya konsistensi dan kemauan yang tinggi untuk tidak bosan-bosan membuat kampanye dalam bentuk yang menarik dalam rangka menyebarkan informasi terkait Biogas.
  2. Membuat rumusan-rumusan yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para petani. Hal ini sering sekali kita lupakan, bahwa latar belakang pendidikan petani kita yang belum mampu menyerap informasi yang sangat rumit dan kompleks. Sebagai contoh : informasi manfaat yang bisa didapat oleh para petani jika menggunakan biogas adalah dari 1 ekor sapi dapat menghasilkan gas setara dengan berapa Kg Gas LPG, dapat digunakan untuk memasak dalam waktu berapa lama?, dan jika diisi secara teratur dan berkesinambungan berapa lama gas akan terbentuk kembali?
  3. Rumusan-rumusan tersebut diatas tentunya tidak serta merta muncul begitu saja, diperlukan implementasi secara nyata oleh para pelatih dilapangan, perlunya pengukuran yang dilakukan secara berulang-ulang dan akurat sehingga informasi yang diberikan bukan hanya sebatas teori semata tetapi merupakan hasil pengukuran dan pengamatan langsung.
  4. Membuat SOP yang sederhana terkait perawatan instalasi biogas. Hal ini sangat penting sehingga ketika petani dihadapkan dengan persoalan-persoalan dilapangan, dengan membuka SOP yang sudah disiapkan sebelumnya mereka sudah dapat langsung menyelesaikannya secara mandiri.
  5. Libatkan pengguna langsung dalam merakit instalasi Biogas, dengan terlibat secara langsung pengguna akan cepat paham setiap bagian dan fungsi-fungsi dari setiap bagian instalasi tersebut. Kebanyakan program pemerintah yang ada saat ini hanya memberikan bantuan instalasi bigas saja tanpa melatih dan melibatkan langsung penerima manfaat. Hal inilah yang banyak menyebabkan bantuan biogas yang diberikan hanya singkat digunakan (Tidak bertahan lama).
  6. Pastikan instalasi yang dibuat sudah sesuai dengan jumlah input yang akan diisi setiap harinya, jangan sampai tank digester yang dibuat justru lebih besar dari pada input yang akan dimasukkan setiap harinya. Perlu adanya perencanaan dan riset mendalam sebelum membangun suatu instalasi Biogas agar hasilnya dapat terus digunakan dan dirasakan manfaatnya.

 

Mudah-mudahan dengan adanya sedikit tulisan ini dapat membangun kembali semangat kita untuk mensukseskan program pemerintah dalam mengoptimalkan pendapatan para petani. Dengan terus berjalannya program biogas ini diharapkan akan meringankan beban pemerintah dalam memberikan subsidi untuk kebutuhan energi terutama dalam penyediaan Gas LPG kedepan. Tidak hanya itu, hasil samping dari biogas ini juga dapat menjadikan jawaban dalam rangka menghadapi kelangkaan pupuk yang sedang dihadapi saat ini.

 

Sumber : Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

https://www.esdm.go.id/en/berita-unit/directorate-general-ebtke/strategi-pengembangan-biogas-kejar-target-bauran-energi.



Bagikan